Saturday, June 13, 2009

Franchising & Licensing: Model Bisnis Animasi yang Sukses

Problem mendasar dari industri animasi adalah pemahaman tentang intellectual property dan business model. Animasi di Indonesia dilihat HANYA sebagai industri konten sehingga pola pikir adalah menjual ke televisi. Untuk memudahkan pemahaman, animasi televisi untuk Gundam dianggap oleh Bandai sebagai marketing cost untuk produk mainan. Televisi adalah bagian dari proses marketing dan mereka tidak mengharapkan benefit dari pembuatan animasi. Silakan pelajari income dari perusahaan seperti Walt Disney, Warner Brothers dan Nickelodeon. Pendapatan mereka dari film dan animasi tidaklah sebesar pendapatan mereka dari licensing dan merchandising.

Semua produsen animasi hanya konsentrasi pada pengembangan content tanpa melihat sisi bisnisnya. Artinya jika animasi dibuat, belum dipikirkan bahwa produk ini akan memberikan pendapatan terbanyak dari sisi penjualan stationery, mainan dan bahkan lisensi karakter untuk consumer goods.

Jadi menyalahkan sisi televisi dan produksi tidak ada gunanya. Yang diperlukan saat ini adalah pengembangan bisnis dari sisi licensing dan merchandising. Dari sini, animasi akan dianggap sebagai bagian dari marketing dari produk konsumen yang bisa dijual lebih banyak.

Animasi yang lain adalah untuk kebutuhan pembuatan advertising dan real estate, artinya tidak ada unsur intellectual property yang dipegang oleh kreator. Ini tidak akan sustainable dari sisi bisnis.

Film sangat high risk karena resiko gagal sangat besar. Televisi jauh lebih sustainable karena jika pemasang iklan tertarik beriklan, mereka mau iklan dipasang secara terus menerus selama episode berlangsung. Selain itu animasi juga memerlukan investasi besar karena tahap pertama dari animasi ini adalah membuatnya terkenal dulu, artinya pendapatan sangat kecil jika tidak ada yang percaya dari animasi. Setelah terkenal, barulah banyak pemasang iklan.

Game saat ini akan hidup dari sisi outsourcing, inipun problemnya adalah tidak adanya intellectual property yang dipegang oleh kreator sehingga tidak sustainable. Yang lebih menarik adalah mobile content yang punya skala lebih besar dari sisi distribusi.

Pada akhirnya, diperlukan adanya perusahaan yang sangat memahami licensing dan merchandising untuk menjadi backbone dari suatu bisnis animasi.

Referensi:
Beberapa studi tentang animasi yang pernah saya buat:

http://www.slideshare.net/andisboediman/multimedia-art-asia-pacific
http://www.slideshare.net/andisboediman/creative-industry-ecosystem
http://www.slideshare.net/andisboediman/creative-industry-trend-2009-presentation
http://www.slideshare.net/andisboediman/animation-content-industry-in-indonesia

Saturday, June 06, 2009

Kuliner Akan Masuk Industri Kreatif

Source: Vivanews



VIVAnews - Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan kuliner akan dimasukkan ke dalam industri kreatif. Saat ini cetak biru industri kreatif tengah dijadikan studi dan akan dievaluasi.

"Kami berharap demikian, kami akan membuat studi baru dengan Departemen Budaya dan Pariwisata," kata di Nusa Dua Bali Minggu 24 Mei 2009 malam.

Menurut dia, saat ini sudah banyak kemajuan dalam pengembangan kuliner Indonesia. Festival kuliner juga sering digelar. Untuk mendukung industri kuliner diperlukan adanya pendataan terhadap jenis makanan Indonesia.

"Variasi dan jenis makanan Indonesia kan banyak sekali, kita data untuk menjelaskan bahwa makanan tersebut asli Indonesia," tuturnya.

Karena jenis makanan Indonesia yang begitu banyak, maka Indonesia akan memilih beberapa jenis makanan agar lebih mudah dipromosikan. Cara ini dilakukan Thailand, dengan memilih beberapa makanan, seperti Tom Yum sebagai makanan khas Thailand. "Kami akan memilih beberapa yang akan diunggulkan, apakah itu nasi goreng, gado-gado," jelasnya.

Penambahan sektor itu, merujuk pada definisi industri kreatif yang dibuat oleh WIPO (World Intelektual Property Organization) menekankan pada unsur kreativitasnya dan tidak membagi dengan tegas sektor-sektornya.

Menurut cetak biru industri kreatif, terdiri dari 14 sektor industri seperti periklanan, film/video dan fotografi, musik, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, desain fashion, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan.

Mari menjelaskan pelestarian industri kreatif dilakukan dengan mengumpulkan database. Misalnya seperti kain tenun tradisional ketika dijual, diberi penjelasan mengenai motif, daerah asal. "Kalau orang mencontoh motifnya, asal diakui mana daerah asalnya," kata dia.

Friday, June 05, 2009

Industri Kreatif Perlu Ekosistem

VIVAnews - Industri kreatif di tanah air dapat dibangun dengan menciptakan ekosistem industri. Terutama hubungannya antara industri kreatif tersebut dengan industri telekomunikasi. Hal tersebut dikemukakan oleh Ketua Komite Telekomunikasi Kadin, Anindya Bakrie.

"Sebagai contoh, ringbacktone (RBT). Bagi label company, sekitar 60-65 persen pendapatan mereka diperoleh dari RBT per bulannya," kata Anindya. "Kalau tidak ada RBT, dalam dua tahun terakhir mereka sudah bubar," ucapnya.

Anindya menyebutkan, RBT di dalam industri telekomunikasi merupakan salah satu layanan value added service (VAS). "Peluang pertumbuhan industri kreatif ada di sini," ucapnya.

Source: Vivanews

"Perlu diketahui, sekitar 7 hingga 8 trilun CAPEX (belanja modal) operator, 40 persennya dialokasikan untuk program layanan pada konsumen," kata Anin, "Itu termasuk promosi dan VAS," ucapnya.

Menurut Anindya, berdasarkan laporan terakhir, unique subscriber handset atau pelanggan layanan seluler mencapai 80 juta orang di seluruh Indonesia. Artinya, baru 40 persen dari total populasi penduduk Indonesia yang menggunakan layanan seluler. "Ini merupakan potensi yang cukup besar untuk menumbuhkan industri kreatif," ucap Anin. "Tentunya hal ini juga perlu didukung dengan regulasi yang tepat."

Anindya menyatakan, pemerintah seharusnya bisa menyiapkan regulasi yang pas untuk dapat membangun industri kreatif ini. Terutama agar mereka tidak terus terhambat berbagai masalah seperti HAKI, atau hak cipta.

Thursday, June 04, 2009

Museum Jadi Industri Kreatif


Deputy Director National Heritage Singapore, Cheryl Koh mengatakan itu kepada wartawan disela-sela 'Asean University Student Conference' di Gedung Merdeka, Jl. Asia Afrika, Bandung, Jumat (22/5).

"Museum bukan hanya tempat menyimpan dan mempreservasi artefak, tapi juga tempat untuk menunjukkan kebudayaan lokal sebagai identitas nasional, serta mempresentasikannya dalam suatu alur cerita kohesif yang apresiatif sehingga dapat diminati dan dinikmati berbagai kalangan", kata Cheryl.

Kesadaran dan bekal pengetahuan kebudayaan lokal memegang peranan penting dalam proses pengembangan industri kultural (heritage industry). Meyakinkan setiap lapisan masyarakat bahwa museum dan sejarah adalah bagian dari hidupnya sebagai warga negara.

"Keterlibatan tokoh maupun artis sebagai ambasador dapat menghubungkan masyarakat dengan museum, Singapura sendiri memiliki Mark Lee dan Dimsum Dolles sebagai duta kampanye Explore Singapore", kata Cheryl.

Pendekatan ini diperlukan untuk membangun jaringan konektivitas antara sejarah, generasi tua, apalagi generasi muda. Publikasi pun dapat ditempuh melalui berbagai cara agar masyarakat dalam maupun luar negeri tertarik masuk museum ataupun situs bersejarah lokal.

"Kami memulai dari yesterday.com, yaitu sebuah blog interaktif yang berisi dokumen foto, rekaman video perjalanan sejarah dan budaya, juga forum yang melibatkan dialog antara pembaca, karena bagian terpenting dari internet adalah menciptakan sebuah dialog, bukan hanya komunikasi satu arah," katanya.

Berangkat dari blog, pemerintah Singapura merasa belum cukup melibatkan generasi muda hanya sebatas pembaca. Maka dimunculkan HTV (Heritage TV), dimana mereka terlibat dalam produksi rekaman yang bermuatan budaya lokal.

"Kami juga membuat versi singkatnya mengingat ketertarikan generasi muda pada situs youtube.com, maka kami memanfaatkannya sebagai medium untuk menarik minat generasi muda tersebut," kata Cheryl.

Pemutaran video sejarah dan budaya singkat di HTV youtube ditujukan untuk mendorong masyarakat luas untuk membuat video serupa. Jadi pelestarian budaya ini pada akhirnya tidak hanya dilakukan oleh pihak museum ataupun pemerintah saja, melainkan masyarakat juga menjalankan andilnya.

Selanjutnya, Cheryl menambahkan, jaringan infrastruktur yang kuat dapat dimanfaatkan kemudian untuk industri kreatif berbasis budaya yang lebih luas, misalnya pengembangan pada industri pariwisata melalui produk jasa turis dan travel, juga industri ekonomi dengan penjualan produk merchandise inovatif, maupun buku-buku cerita anak.

Cheryl yang sempat berkunjung ke museum Bhineka Art di Bali pun mengakui keberagaman budaya yang dimiliki Indonesia.

Menurutnya, pelestarian budaya Indonesia dapat dilakukan tidak hanya sebatas pajangan museum saja, tapi dapat dikembangkan menjadi museum hidup (living museum), seperti pagelaran seni tari, juga pelatihan pada sanggar seni tradisional yang dapat mengajarkan anak-anak kebudayaannya. (Ant/OL-03)

Wednesday, June 03, 2009

ICT Partnership Forum 2009, ”Industri kreatif sebagai kunci perkembangan bisnis telematika masa depan”

Salah satu permasalahan masih terus ada di industri kreatif berbasis TIK, yaitu kebutuhan investasi teknologi yang cukup besar namun siklus hidup teknologi relatif singkat. Untuk itu, industri telematika perlu mencari upaya agar konsumen dapat memanfaatkan teknologi yang tersedia se-optimal mungkin. Sehingga industri telematika dapat memperoleh pendapatan se-maksimal mungkin, dari investasi yang telah dilakukan.

Upaya peningkatan pemanfaatan teknologi telematika secara optimal oleh konsumen hanya dapat tercapai jika tersedia ragam aplikasi dan konten yang mampu memenuhi berbagai jenis kebutuhan konsumen. Oleh karena itu, dengan mendorong bertumbuhnya industri kreatif berbasis telematika, diharapkan akan berkembang sebuah industri yang akan menjadi motor utama penggerak industri telematika tersebut.

Aplikasi seperti e-learning, tele-medicine, social networking, sampai konten selular seperti mobile magazine, mobile news dan lainnya, adalah aplikasi unggulan yang disinyalir akan mampu menumbuhkan pengguna. Aplikasi unggulan tersebut seyogyanya juga mampu meningkatkan kualitas pengguna, yang akhirnya berujung kepada tumbuhnya industri akibat pemberdayaan pengguna.

ict-4

Untuk mencapai tahap tersebut, lebih dahulu harus terbentuk suatu ekosistem ideal untuk Industri Kreatif berbasis TIK. Hal tersebut yang kemudian oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII) di tuangkan dalam bentuk Forum Telematika yang akan diinisiasi dalam sebuah kegiatan bertajuk “ICT Partnership Forum 2009 – Industri Kreatif Berbasis Telematika sebagai Kunci Pengembangan Bisnis Telematika Masa Depan” yang diselenggarakan hari ini, Selasa 31 Maret 2009 di Hotel Millenium Jakarta.

Disampaikan oleh Ashwin Sasongko, Sekjen Depkominfo selaku Ketua Bidang ICT PII, bahwa tumbuhnya konten-konten yang bermanfaat harus dapat mengimbangi penetrasi internet yang semakin tinggi. Sementara itu Cahyana Ahmadjayadi, Dirjen Aplikasi Telematika Depkominfo, sebagai panitia pengarah di kegiatan ini, mengatakan Pemerintah membuka diri untuk masukan-masukan terkait keperluan penerbitan regulasi yang terpadu. “Konten-konten yang positif adalah salah satu perhatian pemerintah saat ini” tambahnya.

Indra Utoyo selaku Ketua Masyarakat Industri Kreatif TIK Indonesia (MIKTI), menambahkan bahwa Industri Kreatif berbasis TIK adalah enabler dari industry telematika saat ini. Melengkapi hal tersebut M. Andy Zaky, Pemimpin Redaksi Teknopreneur mengatakan, “Ekosistem yang sesuai untuk bertumbuhnya Industri Kreatif Berbasis Telematika harus diciptakan bersama-sama oleh segenap stakeholder telematika di Indonesia, sehingga mengakomodir setiap kebutuhan dan dapat mengarah ke peningkatan daya serap pasar telematika di Indonesia”.

ict-3

Sementara itu Menkominfo, Muhammad Nuh dalam pidatonya mengatakan pentingnya 5 C dalam industri kreatif, yaitu Human Capital, Social Capital, Cultural Capital, Technology Capital yang akan memunculkan Creativity. “Kreatifitas tidak cukup hanya bermodalkan Cultural Capital dan Social Capital saja. Technology Capital merupakan komponen yang penting untuk membentuk industri kreatif”. ujar Nuh.

Hadir sebagai nara sumber dalam acara tersebut Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin - Budi Dharmadi, Sekjen Departemen Perdagangan - Ardiansyah Parman, pemusik Anang Hermansyah, Co Founder Main Games Creative Studion - Marlin Sugama, Marketing Director PT. Indosat - Guntur S. Siboro, Operational & Internal Affair Mobile 8 Telecom - Merza Fachys, National Technology Officer, Microsoft Indonesia - Tony Seno, Chairman Tekno Ventura - Amir Sambodo, Ketua Umum PII - Airlangga Hartarto, Ketua Komite Bidang Telekomunikasi dan informatika Kadin - Anindya Bakrie dan Habibie Center - Ilham Habibie, serta Andreas Pardyanto dari MIKTI sebagai moderator.

ICT Partnership Forum 2009 dilaksanakan atas kerjasama MIKTI, PII dan Teknopreneur serta Majalah BISKOM sebagai Media Partner.

Tuesday, June 02, 2009

Innovation vs Intellectual Property Right

Innovation vs Intellectual Property Right Innovation vs Intellectual Property Right capung tan Presentation by Rizky Adiwilaga, lawyer specialized in Intellectual Property Right. The presentation itself is so provoking, audiences couldn't help but laugh... If you are a designer in creative industry, beware..sometimes what you think as your innovation has been innovate decades ago! Creep!

Monday, June 01, 2009

Dorong Industri Kreatif, Telkom Bikin Indigo Fellowship

Source: Kompas

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Senin (25/5) meluncurkan program Indigo Fellowship 2009 yang mengusung tema "For a Brighter Indonesian Digitalpreneurs." Indigo Fellowship adalah sebuah program yang disediakan untuk memacu insan kreatif dan wirausaha di bidang bisnis digital.

Direktur Utama Telkom, Rinaldi Firmansyah, menerangkam Indigo Fellowship bertujuan untuk membangun creativepreneur di bidang industri kreatif sekaligus merupakan inkubasi bisnis dalam rangka link and match up bisnis industri kreatif yang berbasis ICT.

"Program Indigo Fellowship merupakan bagian dari program tanggung jawab sosial Telkom kepada masyarakat yang diarahkan untuk membangun generasi penerus bangsa yang cerdas dan kreatif," ujar Rinaldi

Menurut Rinaldi yang terpenting bagi Telkom adalah potensi anak bangsa dalam hal ini industri kreatif dapat memperoleh wadah yang layak sehingga dapat berkontribusi kepada bangsa.

Untuk tahun 2009 ini program Indigo difokuskan pada pengembangan tiga hal yaitu, program pembinaan insan kreatif digitalpreneur yang handal. Yang kedua adalah Digital Creative Playground, yaitu pengembangan platform untuk berkarya dan mengimplementasikan ide-ide kreatif. Dan yang terakhir adalah Indigo Award, ajang apresiasi bagi pelaku industri kreatif.

Telkom menargetkan sekitar 100 peserta ambil bagian dalam program ini. Seluruh rangkaian program Indigo Fellowship direncanakan akan rampung bersamaan pada hari jadi Telkom Oktober mendatang yang dikemas dalam Indigo Award 2009. Untuk informasi lebih lanjut mengenai Indigo dapat dilihat di www.plasaindigo.com

RDI